Rabu, 10 Desember 2014

ASAL USUL ETNIS DAN NAMA KARO



ASAL USUL ETNIS DAN NAMA KARO

            Berdasarkan mitos yang ada, asal usul suku di Sumatera Utara bervariasi. Ada yang mengsusut asal usul leluhurnya dari langit yang turun di puncak gunung Pusuh Buhit (Toba), ada yang berasal dari lapisan yang paling indah yamg disebut Tetoholi Ana’a yang turun di wilayah Gomo (Nias),ada yang berasal dari turunan raja Iskandar Zulkarniah yang turun di bukit Siguntang Palembang (Melayu).
            Berdasarkan perkiraan-perkiraan yang disusun para ahli, penduduk asli Sumatera Utara ini berasal dari hindia belakang yang datang ke kawasan ini secara bertahap. Hal inilah maka kemudian corak ragam budaya penduduk pribumi Sumatera Utara ditemukan perbedaan-perbedaan. Dalam masyarakat Karo pun, ada ditemukan mitos tentang asal usul etnis ini. Mitos ini tidak berkait erat dengan hal-hal yang sulit ditelusuri oleh akal seperti yang mengusut asal usul leluhurnya dari langit yang turun dipuncak Gunung Pusuh Buhit (Toba), atau yang mengusul asal usulnya dab berkesimpulan dari lapisan yang paling indah yang mereka sebut Tetoholi Ana’a yang turun di wilayah Gomo (Nias), atau yang mengkaitkannya dengan turunan raja Iskandar Zulkarnain yang turun di Bukit Siguntang Palembang (Melayu). Dalam masyarakat karo mitos tersebut berkaitan dengan totem 16. Misalnya haram mengkonsumsi daging binatang seperti kerbau putih, oleh sukblen sebayang, burung balam oleh sukblen  klen tarigan, anjing oleh sukblen brahmana.
            Dalam beberapa literatur tentang Karo, etimologi karo berasal dari kata Haru. Kata Haru ini berasal dari nama kerajaan Haru yang berdiri sekitar abad 14 sampai abad 15 di daerah sumatera bagian utara. Kemudian pengucapan kata Haru ini berubah menjadi Karo. Inilah diperkirakan awal terbentuknya nama karo. Menurut Sangti (1976 : 130) dan Sinar (1991 : 1617), sebelum klen Karo-karo, Ginting, Sembiring, Tarigan, dan Perangin-angin menjadi bagian dari masyarakat karo sekarang, telah ada penduduk asli karo pertama yakni klen karo sekali. Dengan kedatangan kelompok klen Karo-karo, Ginting, Sembiring, Tarigan, dan Perangin-angin, akhirnya membuat masyarakat karo semakin banyak. Klen Ginting misalnya adalah petualangan yang datang ke tanah karo melalui pegunungan Layo Lingga, Tongging dan akhirnya sampai di dataran tinggi karo. Klen Tarigan adalah petualangan yang datang dari Dolok Simalungun dan Dairi. Perangin-angin adalah 16 Totem yaitu kepercayaan akan adanya hubungan gaib antara sekelompok orang – sesekali dengan seseorang – dengan segolongan binatang atau tanaman atau benda mati sebab dipercayai antara benda-benda itu dengan dirinya ada suatu hubungan yang erat dan sangat khusus, petualangan yang datang dari Tanah Pinem Dairi. Sembiring diidentifikasikan berasal dari orang-orang Hindu Tamil yang terdesak oleh pedagang Arab di pantai Barus menuju dataran tinggi karo, karena mereka sama-sama menuju dataran tinggi karo, kondisi ini akhirnya, menurut Sangti mendorong terjadi pembentukan merga si lima. Pembentukan ini bukan berdasarkan asal keturunan garis bapak (secara genealogis patrilineal) seperti di batak toba, tetapi sesuai dengan proses peralihan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat karo tua kepada masyarakat karo baru yakni kurang pada tahun 1780. Pembentukan ini berkaitan dengan keamanan, sebagai salah satu jalan keluar untuk mengatasi pergolakan antara orang-orang yang datang dari kerajaan Aru dengan penduduk asli.
            Kini pembentukan klen ini melahirkan merga si lima (klen yang lima) yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karo yang terdiri dari merga si lima yang berdomisili didataran tinggi, kemudian menyebar ke berbagai wilayah di sekitarnya, seperti ke Deli serdang, Dairi langkat, Simalungun dan Tanah Alas (Aceh Tenggara). Bahkan secara individu kini mulai menyebar ke seluruh wilayah Indonesia, maupun ke luar wilayah negara Indonesia.
            Menurut Neumann (1972 : 8) wilayah karo adalah suatu wilayah yang luas, yang terlepas dari perbedaan-perbedaan antar suku, yang menganggap dirinya termasuk ke dalam Batak Karo, yang berbeda dengan batak toba, batak pak-pak, batak timur. Seluruh perpaduan suku-suku batak ksro diikat oleh suatu dialek yang dapat dimengerti dimana-mana dan hampir tidak ada perbedaannya antar yang satu dengan yang lain.
            Bangsa Batak Karo berada di Langkat, Deli Serdang, dan dataran tinggi karo sampai tanah alas (Propinsi Aceh =Aceh Tenggara). Sementara itu Parlindungan (1964 : 495) membagi wilayah karo menjadi dua bahagian yaitu wilayah karo gunung, wilayah ini terletak 1000 meter di atas permukaan laut yang mencakupdi sekitar Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak, dan wilayah karo dusun, 100 meter di atas permukaan laut. Wilayah ini berada di luar dari wilayah karo gunung. Daerah ini boleh jadi mencakup Langkat, Deli serdang, Simalungun, Pak-pak Dairi samapai tanah alas.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar