Rabu, 10 Desember 2014

PERAN FILSAFAT REALISME DALAM PENDIDIKAN

PERAN FILSAFAT REALISME DALAM PENDIDIKAN
Ref 1 PGSD 3/C - 18


1.      ONTOLOGIS

            Pada dasarnya realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitas. Realisme berbeda dengan materialisme dan idealisme yang bersifat monitis. Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas adalah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yang subjek yang menyadari dan mengetahui disatu pihak dan dipihak lainnya adalah adanya realita diluar manusia yang dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia (Uyoh Sadulloh : 2007 : 103).
            Secara umum realisme berarti kepatuhan kepada fakta, kepada apa yang terjadi, jadi bukan kepada apa yang diharapkan atau kepada apa yang diinginkan. Akan tetapi dalam filsafat, kata realisme dipakai dalam arti yang lebih teknis. Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran.
            Gagasan filsafat realisme terlacak dimulai sebelum periode abad masehi dimulai, yaitu dalam pemikiran murid Plato bernama Aristoteles (384-322 SM). Sebagai murid Plato, sedikit banyak Aristoteles tentu saja memiliki pemikiran yang sangat dipengaruhi Plato dalam berfilsafat. Dalam keterpengaruhannya, Aristoteles memiliki sesuatu perbedaan pemikiran yang membuatnya menjadi berbeda dengan Plato.
            Ibaratnya Plato mulai dari sebelah selatan Aristoteles justru dimulai dari sebelah utara. Filsafat  Aristoteles tampak seperti antitesis filsafat Plato yang justru memiliki corak idealisme. Oleh karena itu, jika Plato menyakini bahwa apa yang sungguh-sungguh ada adalah yang  ada dalam alam idea, bagi Aristoteles benda-benda itu sungguh pun tidak ada yang memikirkannya ia tetaplah ada. Keberadaannya tersebut tidak dtentukan oleh akal. Disini fokus perhatian Aristoteles terhadap kemungkinan sampai pada konsepsi-konsepsi tentang bentuk universal melalui kajian-kajian atas objek-objek material. Kelak, ini akan menjadi dasar-dasar pertama bagi lahirnya fisika modern serta sains, (Teguh Wangsa Gandhi :2010:140).
            Jadi bisa diambil kesimpulan realisme itu ada suatu aliran yang dilihat dari panca indera penglihatan, dan realisme adalah suatu aliran yang menyatakan sesuatu pendapat dilihat dari kenyataan atau fakta yang nyata.

2.      EPISTIMOLOGIS

            Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan harus universal, seragam, dimulai sejak pendidikan yang paling rendah, dan merupakan suatu kewajiban. Pada tingkat pendidikan yang paling rendah, anak akan menerima jenis pendidikan yang sama. Pembawaan dan sifat manusia sama pada semua orang. Oleh karena itulah, metode, isi, dan proses pendidikan harus seragam. Namun, manusia tetap berbeda dalam derajatnya. Dimana ia dapat mencapainya. Oleh karena itu, pada tingkatan pendidikan yang palig tinggi tidak boleh hanya ada satu jenis pendidikan, melainkan harus beraneka ragam jenis pendidikan. Inisiatif dalam pendidikan terletak pada pendidik bukan pada peserta didik. Materi atau bahan pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran yang memberi kepuasan pada minat dan kebutuhan pada peserta didik. Namun, yang paling penting bagi pendidik adalah bagaimana memilih bahan pelajaran yang benar, bukan memberikan kepuasaan terhadap minat dan kebutuhan siswa hanyalah merupakan alat dalam mencapai tujuan pendidikan, atau merupakan strategi mengajar yang bermanfaat.

Epistimologi – Realisme : kenyataan hadir dengan sendiriya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia, dan kenyataan dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat diperoleh melalui penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa kesesuaiannya dengan fakta.


3.      AKSIOLOGI
            Dalam aliran ini menyatakan bahwa pendidikan seorang anak itu dimulai dari dunia fisik dan dunia rohani. Dari dunia fisik yaitu kita sebagai calon pendidik kita harus mencontohkan cara merawat fisik kita dengan benar agar selalu sehat dan bersih. Sedangkan dunia rohani yaitu kita harus menanamkan keagamaan/religius terhadap peserta didik , karna semua siswa itu lebih mengikuti contoh yang nyata.
            Dan dalam aliran ini pengaruh dalam dunia pendidikan adalah bahwa pendidikan itu fakta dan nyata. Artinya bahwa pendidikan itu bersifat fakta dan nyata ilmu yang diberikan guru atau sekolah terhadap anak didiknya. Karena anak memiliki sikap yang mengerti karna itu bersifat nyata bukan bersifat tidak nyata atau semu. Dan anak juga memiliki sikap yang kritis, dia akan menanyakan apakah yang diceritakan atau diinformasikan kepadanya itu benar-benar ada atau tidak nyata. Dan pendidikan juga harus bersifat universal atau seragam. Dimulai dari pendidikan kelas rendah, karena dikelas rendah ini lah anak akan diberikan bekal yang benar-benar menentukan prilaku dan tingkah laku anak kedepannya nanti. Jikalau pendidikan kelas rendah ini tidak memiliki keseragaman tidak terciptanyalah acuan dalam dunia pendidikan.
            Menurut realisme tujuan utama pendidikan yaitu mempersiapkan individu untuk dunia dan akhirat. Tujuan pendidikan adalah mendorong siswa memiliki keseimbangan intelektual yang baik, bukan semata- mata penyesuaian terhadap linkungan fisik dan sosial saja. William Mc Gucken ( Brubacher, 1950) seorang pengikut Aristoteles dan Thomas Aquina yang berakar pada metafisika dan epistimologi, membicarakan pula natural dan supernatural. Menurut Gucken, tanpa Tuhan tidak ada tujuan hidup, dan pada akhirnya tidak ada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan adalah mempersiapkan manusia untuk hidup didunia sekarang dlam arti untuk mencapai tujuan akhir yang abadi untuk hidup didunia sana.

·         REALITA PENDIDIKAN DI INDONESIA

            Pendidikan merupakan kunci utama bagi bangsa yang ingin maju dan unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah salah satu tugas negara yang paling penting dan sangat strategis. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan prasyarat dasar bagi terbentuknya peradaban yang lebih baik dan sebaliknya, sumber manusia yang buruk akan menghasilkan peradaban yang buruk. Melihat realitas pendidikan di negeri ini masih banyak masalah dan jauh dari harapan. Bahkan jauh tertinggal dari negara-negara lain.
            Masalah pendidikan di Indonesia ibarat benang kusut. Banyak permasalahan yang terjadi dalam sitem pendidikannya tetapi pelaku yang ada didalamnya. Lihat saja, banyak pelanggaran yang terjadi seperti banyak pelajar melakukan tawuran, narkoba, free sex, bahkan oknum guru yang seharusnya menjadi panutan justru melakukan pelanggaran yaitu membiarkan kecurangan yang terjadi saat UN dengan alasan agar para siswanya lulus 100 %.  Sungguh, ini merupakan keadaan yang sangat ironis.          
            Karena adanya presepsi demikian pemerintahan Indonesia membuat kebijakan bahwa di Indonesia diwajibkan sekolah minimal 12 tahun. Dengan adanya kebijakan seperti itu pemerintah Indonesia setidaknya membantu rakyat menengah kebawah dalam hal pendidikan. Tapi kebijakan itu hanya terjadi nyata dikota dan di daerah besar saja. Didaerah perkampungan atau di pedesaan masih ada saja sekolah negeri yang bayar, masih adanya kekurangan tenaga pendidik dan minimnya sekolah-sekolah didaerah.. Mirisnya lagi yang bisa mengeyam pendidikan kebanyakan orang-orang golongan atas yang memiliki uang lebih dan sementara orang-orang dari golongan bawah hanya bisa diam dan tak tau harus berbuat apa. Lihatlah pada realitanya banyak calon-calon generasi  penerus bangsa tidak bersekolah dan alasannya terkait biaya pendidikan terlalu mahal. Akibat kondisi seperti ini, terjadinya pengangguran dimana-mana, kriminalitas menjadi hal yang utama menjadi pekerjaan mereka, kemiskinanpun menjadi lingkaran setan yang sulit diputuskan.
Sekitar 12 Juta dari 33 Provinsi menurut Komnas HAM Anak tak dapat melanjutkan sekolah yang itu mayoritas mereka adalah anak-anak yang kini mengemis, mengamen, dan bekerja dibawah umur. selain itu, banyak sekali SDM yang sangat cerdas dan kreatif namun mereka tak terhimpun oleh pemerintah karena para penguasa itu disibukkan oleh kepentingan politik luar negerinya dan merekrut para handalan dari luar negeri dari pada pemberdayaan SDM bangsa yang pada akhirnya mereka dibeli dan diberdayakan dinegara lain, salah satu contoh bapak kita B.J. Habibie. Selain pada semakin banyaknya yang putus sekolah atau mereka yang terbuang oleh bangsanya sendiri, kualitas dari pada pengajar yang saat ini semakin rendah, yang mereka para pengajar (GURU) yang seharusnya memberikan ilmu tanpa sebuah imbalan pada akhirnya mereka berlomba-lomba untuk menuntut hak-haknya saja dibandingkan menunaikan kewajiban dan niat sebagai pendidik, karena mereka direkrut oleh pemerintah sebagai PNS lebih kepada Kuantitasnya dalam penilaian kelayakkan untuk menjadi GURU/PNS, memang sih tidak semua GURU seperti itu, tapi saya mengatakan mayoritas GURU seperti itu. Beginilah realita bangsa Indonesia.
            Seharusnya pemerintahan Indonesia dan kita lebih bisa memperhatikan kondisi seperti ini, karena masih banyak anak diluar sana yang masih belum mengeyam pendidikan. Dan banyak juga diluar sana anak-anak bangsa yang memiliki kecerdasaan dan kreatifitas yang lebih tapi tidak diperhatikan. Sehingga anak tersebut memendam terus kecerdasaan dan kreatifitasannya tersebut, karena anak tersebut mengganggap bahwa tidak mungkin anak yang tidak sekolah tetapi memiliki kreatifitas dipandang di bangsa ini. Karena para petinggi dibangsa ini tidak memperhatikan anak-anak bangsa yang tidak sekolah, tapi lebih mementingkan jabatan dipemerintahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar