PERAN FILSAFAT REALISME DALAM PENDIDIKAN
Ref 1 PGSD 3/C - 18
1.
ONTOLOGIS
Pada dasarnya realisme merupakan
filsafat yang memandang realitas secara dualitas. Realisme berbeda dengan
materialisme dan idealisme yang bersifat monitis. Realisme berpendapat bahwa
hakikat realitas adalah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani. Realisme
membagi realitas menjadi dua bagian, yang subjek yang menyadari dan mengetahui
disatu pihak dan dipihak lainnya adalah adanya realita diluar manusia yang
dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia (Uyoh Sadulloh : 2007 : 103).
Secara umum realisme berarti
kepatuhan kepada fakta, kepada apa yang terjadi, jadi bukan kepada apa yang
diharapkan atau kepada apa yang diinginkan. Akan tetapi dalam filsafat, kata
realisme dipakai dalam arti yang lebih teknis. Aliran filsafat realisme
berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambaran yang baik dan tepat
dari kebenaran.
Gagasan filsafat realisme terlacak
dimulai sebelum periode abad masehi dimulai, yaitu dalam pemikiran murid Plato
bernama Aristoteles (384-322 SM).
Sebagai murid Plato, sedikit banyak Aristoteles tentu saja memiliki pemikiran
yang sangat dipengaruhi Plato dalam berfilsafat. Dalam keterpengaruhannya,
Aristoteles memiliki sesuatu perbedaan pemikiran yang membuatnya menjadi berbeda
dengan Plato.
Ibaratnya Plato mulai dari sebelah
selatan Aristoteles justru dimulai dari sebelah utara. Filsafat Aristoteles tampak seperti antitesis filsafat
Plato yang justru memiliki corak idealisme. Oleh karena itu, jika Plato
menyakini bahwa apa yang sungguh-sungguh ada adalah yang ada dalam alam idea, bagi Aristoteles benda-benda
itu sungguh pun tidak ada yang memikirkannya ia tetaplah ada. Keberadaannya
tersebut tidak dtentukan oleh akal. Disini fokus perhatian Aristoteles terhadap
kemungkinan sampai pada konsepsi-konsepsi tentang bentuk universal melalui
kajian-kajian atas objek-objek material. Kelak, ini akan menjadi dasar-dasar
pertama bagi lahirnya fisika modern serta sains, (Teguh Wangsa Gandhi
:2010:140).
Jadi bisa diambil
kesimpulan realisme itu ada suatu aliran yang dilihat dari panca indera
penglihatan, dan realisme adalah suatu aliran yang menyatakan sesuatu pendapat
dilihat dari kenyataan atau fakta yang nyata.
2.
EPISTIMOLOGIS
Dalam hubungannya dengan pendidikan,
pendidikan harus universal, seragam, dimulai sejak pendidikan yang paling
rendah, dan merupakan suatu kewajiban. Pada tingkat pendidikan yang paling
rendah, anak akan menerima jenis pendidikan yang sama. Pembawaan dan sifat
manusia sama pada semua orang. Oleh karena itulah, metode, isi, dan proses
pendidikan harus seragam. Namun, manusia tetap berbeda dalam derajatnya. Dimana
ia dapat mencapainya. Oleh karena itu, pada tingkatan pendidikan yang palig
tinggi tidak boleh hanya ada satu jenis pendidikan, melainkan harus beraneka
ragam jenis pendidikan. Inisiatif dalam pendidikan terletak pada pendidik bukan
pada peserta didik. Materi atau bahan pelajaran yang baik adalah bahan
pelajaran yang memberi kepuasan pada minat dan kebutuhan pada peserta didik.
Namun, yang paling penting bagi pendidik adalah bagaimana memilih bahan
pelajaran yang benar, bukan memberikan kepuasaan terhadap minat dan kebutuhan
siswa hanyalah merupakan alat dalam mencapai tujuan pendidikan, atau merupakan
strategi mengajar yang bermanfaat.
Epistimologi – Realisme : kenyataan
hadir dengan sendiriya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia,
dan kenyataan dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat diperoleh melalui
penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa
kesesuaiannya dengan fakta.
3.
AKSIOLOGI
Dalam
aliran ini menyatakan bahwa pendidikan seorang anak itu dimulai dari dunia
fisik dan dunia rohani. Dari dunia fisik yaitu kita sebagai calon pendidik kita
harus mencontohkan cara merawat fisik kita dengan benar agar selalu sehat dan
bersih. Sedangkan dunia rohani yaitu kita harus menanamkan keagamaan/religius
terhadap peserta didik , karna semua siswa itu lebih mengikuti contoh yang
nyata.
Dan dalam aliran ini pengaruh dalam
dunia pendidikan adalah bahwa pendidikan itu fakta dan nyata. Artinya bahwa
pendidikan itu bersifat fakta dan nyata ilmu yang diberikan guru atau sekolah
terhadap anak didiknya. Karena anak memiliki sikap yang mengerti karna itu
bersifat nyata bukan bersifat tidak nyata atau semu. Dan anak juga memiliki
sikap yang kritis, dia akan menanyakan apakah yang diceritakan atau
diinformasikan kepadanya itu benar-benar ada atau tidak nyata. Dan pendidikan
juga harus bersifat universal atau seragam. Dimulai dari pendidikan kelas
rendah, karena dikelas rendah ini lah anak akan diberikan bekal yang
benar-benar menentukan prilaku dan tingkah laku anak kedepannya nanti. Jikalau
pendidikan kelas rendah ini tidak memiliki keseragaman tidak terciptanyalah
acuan dalam dunia pendidikan.
Menurut realisme tujuan utama
pendidikan yaitu mempersiapkan individu untuk dunia dan akhirat. Tujuan
pendidikan adalah mendorong siswa memiliki keseimbangan intelektual yang baik,
bukan semata- mata penyesuaian terhadap linkungan fisik dan sosial saja.
William Mc Gucken ( Brubacher, 1950) seorang pengikut Aristoteles dan Thomas
Aquina yang berakar pada metafisika dan epistimologi, membicarakan pula natural
dan supernatural. Menurut Gucken, tanpa Tuhan tidak ada tujuan hidup, dan pada
akhirnya tidak ada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan adalah mempersiapkan
manusia untuk hidup didunia sekarang dlam arti untuk mencapai tujuan akhir yang
abadi untuk hidup didunia sana.
·
REALITA
PENDIDIKAN DI INDONESIA
Pendidikan merupakan kunci utama
bagi bangsa yang ingin maju dan unggul dalam persaingan global. Pendidikan
adalah salah satu tugas negara yang paling penting dan sangat strategis. Sumber
daya manusia yang berkualitas merupakan prasyarat dasar bagi terbentuknya
peradaban yang lebih baik dan sebaliknya, sumber manusia yang buruk akan
menghasilkan peradaban yang buruk. Melihat realitas pendidikan di negeri ini
masih banyak masalah dan jauh dari harapan. Bahkan jauh tertinggal dari
negara-negara lain.
Masalah pendidikan di Indonesia
ibarat benang kusut. Banyak permasalahan yang terjadi dalam sitem pendidikannya
tetapi pelaku yang ada didalamnya. Lihat saja, banyak pelanggaran yang terjadi seperti
banyak pelajar melakukan tawuran, narkoba, free sex, bahkan oknum guru yang
seharusnya menjadi panutan justru melakukan pelanggaran yaitu membiarkan
kecurangan yang terjadi saat UN dengan alasan agar para siswanya lulus 100
%. Sungguh, ini merupakan keadaan yang
sangat ironis.
Karena adanya presepsi demikian
pemerintahan Indonesia membuat kebijakan bahwa di Indonesia diwajibkan sekolah
minimal 12 tahun. Dengan adanya kebijakan seperti itu pemerintah Indonesia
setidaknya membantu rakyat menengah kebawah dalam hal pendidikan. Tapi
kebijakan itu hanya terjadi nyata dikota dan di daerah besar saja. Didaerah
perkampungan atau di pedesaan masih ada saja sekolah negeri yang bayar, masih
adanya kekurangan tenaga pendidik dan minimnya sekolah-sekolah didaerah.. Mirisnya
lagi yang bisa mengeyam pendidikan kebanyakan orang-orang golongan atas yang
memiliki uang lebih dan sementara orang-orang dari golongan bawah hanya bisa
diam dan tak tau harus berbuat apa. Lihatlah pada realitanya banyak calon-calon
generasi penerus bangsa tidak bersekolah
dan alasannya terkait biaya pendidikan terlalu mahal. Akibat kondisi seperti
ini, terjadinya pengangguran dimana-mana, kriminalitas menjadi hal yang utama
menjadi pekerjaan mereka, kemiskinanpun menjadi lingkaran setan yang sulit
diputuskan.
Sekitar 12 Juta dari 33 Provinsi menurut
Komnas HAM Anak tak dapat melanjutkan sekolah yang itu mayoritas mereka adalah
anak-anak yang kini mengemis, mengamen, dan bekerja dibawah umur. selain itu,
banyak sekali SDM yang sangat cerdas dan kreatif namun mereka tak terhimpun
oleh pemerintah karena para penguasa itu disibukkan oleh kepentingan politik
luar negerinya dan merekrut para handalan dari luar negeri dari pada
pemberdayaan SDM bangsa yang pada akhirnya mereka dibeli dan diberdayakan
dinegara lain, salah satu contoh bapak kita B.J. Habibie. Selain pada semakin
banyaknya yang putus sekolah atau mereka yang terbuang oleh bangsanya sendiri,
kualitas dari pada pengajar yang saat ini semakin rendah, yang mereka para
pengajar (GURU) yang seharusnya memberikan ilmu tanpa sebuah imbalan pada
akhirnya mereka berlomba-lomba untuk menuntut hak-haknya saja dibandingkan
menunaikan kewajiban dan niat sebagai pendidik, karena mereka direkrut oleh
pemerintah sebagai PNS lebih kepada Kuantitasnya dalam penilaian kelayakkan
untuk menjadi GURU/PNS, memang sih tidak semua GURU seperti itu, tapi saya
mengatakan mayoritas GURU seperti itu. Beginilah realita bangsa Indonesia.
Seharusnya pemerintahan
Indonesia dan kita lebih bisa memperhatikan kondisi seperti ini, karena masih
banyak anak diluar sana yang masih belum mengeyam pendidikan. Dan banyak juga
diluar sana anak-anak bangsa yang memiliki kecerdasaan dan kreatifitas yang
lebih tapi tidak diperhatikan. Sehingga anak tersebut memendam terus
kecerdasaan dan kreatifitasannya tersebut, karena anak tersebut mengganggap
bahwa tidak mungkin anak yang tidak sekolah tetapi memiliki kreatifitas
dipandang di bangsa ini. Karena para petinggi dibangsa ini tidak memperhatikan
anak-anak bangsa yang tidak sekolah, tapi lebih mementingkan jabatan
dipemerintahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar