Suatu kisah pada zaman dahulu di suatu desa di Sumatera Utara
hiduplah seorang petani bernama Toba yang menyendiri di sebuah lembah yang
landai dan subur. Petani itu mengerjakan lahan pertaniannya untuk kelangsungan hidupnya. Selain mengerjakan
ladangnya, kadang-kadang lelaki itu pergi memancing ke sungai yang berada
tak jauh dari rumahnya. Setiap kali dia memancing, mudah saja ikan didapatnya
karena di sungai yang jernih itu memang banyak sekali ikan. Ikan hasil
pancingannya dia masak untuk dimakan.
Pada suatu
sore, setelah pulang dari ladang lelaki itu langsung pergi ke sungai untuk
memancing. Tetapi sudah cukup lama ia memancing tak seekor iakan pun
didapatnya. Kejadian yang seperti itu,tidak pernah dialami sebelumnya. Sebab
biasanya ikan di sungai itu mudah saja dia pancing. Karena sudah terlalu lama
tak ada yang memakan umpan pancingnya, dia jadi kesal dan memutuskan untuk
berhenti saja memancing. Tetapi ketika dia hendak menarik pancingnya, tiba-tiba
pancing itu disambar ikan yang langsung menarik pancing itu jauh ketengah
sungai. Hatinya yang tadi sudah kesal berubah menjadi gembira, Karena dia tahu
bahwa ikan yang menyambar pancingnya itu adalah ikan yang besar.
Setelah
beberapa lama dia biarkan pancingnya ditarik ke sana kemari, barulah pancing
itu disentakkannya, dan tampaklah seekor ikan besar tergantung dan menggelepar-gelepar
di ujung tali pancingnya. Dengan cepat ikan itu ditariknya ke darat supaya
tidak lepas. Sambil tersenyum gembira mata pancingnya dia lepas dari mulut ikan
itu. Pada saat dia sedang melepaskan mata pancing itu, ikan tersebut
memandangnya dengan penuh arti. Kemudian, setelah ikan itu diletakkannya ke
satu tempat dia pun masuk ke dalam sungai untuk mandi. Perasaannya gembira
sekali karena belum pernah dia mendapat ikan sebesar itu. Dia tersenyum sambil
membayangkan betapa enaknya nanti daging ikan itu kalau sudah dipanggang.
Ketika meninggalkan sungai untuk pulang kerumahnya hari sudah mulai senja.
Setibanya di
rumah, lelaki itu langsung membawa ikan besar hasil pancingannya itu ke dapur.
Ketika dia hendak menyalakan api untuk memanggang ikan itu, ternyata kayu bakar
di dapur rumahnya sudah habis. Dia segera keluar untuk mengambil kayu bakar
dari bawah kolong rumahnya. Kemudian, sambil membawa beberapa potong kayu bakar
dia naik kembali ke atas rumah dan langsung menuju dapur.
Pada saat
lelaki itu tiba di dapur, dia terkejut sekali karena ikan besar itu sudah tidak
ada lagi. Tetapi di tempat ikan itu tadi diletakkan tampak terhampar beberapa
keping uang emas. Karena terkejut dan heran mengalami keadaan yang aneh itu,
dia meninggalkan dapur dan masuk kekamar.
Ketika
lelaki itu membuka pintu kamar, tiba-tiba darahnya tersirap karena didalam
kamar itu berdiri seorang perempuan dengan rambut yang panjang terurai.
Perempuan itu sedang menyisir rambutnya sambil berdiri menghadap cermin yang
tergantung pada dinding kamar. Sesaat kemudian perempuan itu tiba-tiba
membalikkan badannya dan memandang lelaki itu yang tegak kebingungan di mulut
pintu kamar. Lelaki itu menjadi sangat terpesona karena wajah perempuan yang
berdiri dihadapannya luar biasa cantiknya. Dia belum pernah melihat wanita
secantik itu meskipun dahulu dia sudah jauh mengembara ke berbagai negeri.
Karena hari
sudah malam, perempuan itu minta agar lampu dinyalakan. Setelah lelaki itu
menyalakan lampu, dia diajak perempuan itu menemaninya kedapur karena dia
hendak memasak nasi untuk mereka. Sambil menunggu nasi masak, diceritakan oleh
perempuan itu bahwa dia adalah penjelmaan dari ikan besar yang tadi didapat
lelaki itu ketika memancing di sungai. Kemudian dijelaskannya pula bahwa
beberapa keping uang emas yang terletak di dapur itu adalah penjelmaan
sisiknya. Setelah beberapa minggu perempuan itu menyatakan bersedia menerima
lamarannya dengan syarat lelaki itu harus bersumpah bahwa seumur hidupnya dia
tidak akan pernah mengungkit asal usul istrinya
myang menjelma dari ikan. Setelah lelaki itu bersumpah demikian, kawinlah
mereka. Setahun kemudian, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang mereka beri nama Samosir.
Anak itu sngat dimanjakan ibunya yang mengakibatkan anak itu bertabiat kurang baik dan pemalas. Setelah cukup besar, anak itu disuruh ibunya
mengantar nasi setiap hari untuk ayahnya yang bekerja di ladang. Namun, sering
dia menolak mengerjakan tugas itu sehingga terpaksa ibunya yang mengantarkan
nasi ke ladang.
Suatu hari,
anak itu disuruh ibunya lagi mengantarkan nasi ke ladang untuk ayahnya. Mulanya
dia menolak. Akan tetapi, karena terus dipaksa ibunya, dengan kesal pergilah ia mengantarkan nasi itu. Di
tengah jalan, sebagian besar nasi dan lauk pauknya dia makan. Setibanya
diladang, sisa nasi itu yang hanya tinggal sedikit dia berikan kepada ayahnya.
Saat menerimanya, si ayah sudah merasa sangat lapar karena nasinya terlambat
sekali diantarkan. Oleh karena itu, maka si ayah jadi sangat marah ketika
melihat nasi yang diberikan kepadanya adalah sisa-sisa. Amarahnya makin
bertambah ketika anaknya mengaku bahwa dia yang memakan sebagian besar dari
nasinya itu. Kesabaran si ayah jadi hilang dan dia pukul anaknya sambil
mengatakan: “Anak kurang ajar. Tidak tahu diuntung. Betul-betul kau anak
keturunan perempuan yang berasal dari ikan!”
Sambil
menangis, anak itu berlari pulang menemui ibunya di rumah. Kepada ibunya dia
mengadukan bahwa dia dipukuli ayahnya. Semua kata-kata cercaan yang diucapkan
ayahnya kepadanya di ceritakan pula. Mendengar cerita anaknya itu, si ibu sedih sekali, terutama
karena suaminya sudah melanggar sumpahnya dengan kata-kata cercaan yang dia
ucapkan kepada anaknya itu. Si ibu menyuruh anaknya agar segera pergi mendaki
bukit yang terletak tidak begitu jauh dari rumah mereka dan memanjat pohon kayu tertinggi yang terdapat di puncak bukit
itu. Tanpa bertanya lagi, si anak segera melakukan perintah ibunya itu. Dia
berlari-lari menuju ke bukit tersebut dan mendakinya.
Ketika
tampak oleh sang ibu anaknya sudah hampir sampai ke puncak pohon kayu yang
dipanjatnya di atas bukit , dia pun berlari menuju sungai yang tidak begitu
jauh letaknya dari rumah mereka itu. Ketika dia tiba di tepi sungai itu kilat
menyambar disertai bunyi guruh yang megelegar. Sesaat kemudian dia melompat ke
dalam sungai dan tiba-tiba berubah menjadi seekor ikan besar. Pada saat yang sama,
sungai itu pun banjir besar dan turun pula hujan yang sangat lebat. Beberapa
waktu kemudian, air sungai itu sudah meluap kemana-mana dan tergenanglah lembah
tempat sungai itu mengalir. Pak Toba tak bisa menyelamatkan dirinya, ia mati
tenggelam oleh genangan air. Lama-kelamaan, genangan air itu semakin luas dan
berubah menjadi danau yang sangat besar yang di kemudian hari dinamakan orang
Danau Toba. Sedang Pulau kecil di
tengah-tengahnya diberi nama Pulau Samosir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar