BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan
merupakan hal yang sangat penting karena pendidikan salah satu penentu mutu
Sumber Daya Manusia. Dimana dewasa ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi
ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan pada keunggulan Sumber Daya
Manusia (SDM). Dimana mutu Sumber Daya Manusia (SDM)
berkorelasi positif dengan mutu pendidikan. Mutu pendidikan sering diindikasikan dengan kondisi yang baik,
memenuhi syarat, dan
segala komponen yang harus terdapat dalam pendidikan. Komponen-komponen tersebut adalah masukan, proses, keluaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta biaya.
segala komponen yang harus terdapat dalam pendidikan. Komponen-komponen tersebut adalah masukan, proses, keluaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta biaya.
Menjadi tenaga kependidikan yang profesional tidak akan
terwujud begitu saja tanpa adanya upaya untuk meningkatkannya, adapun salah
satu cara untuk mewujudkannya adalah dengan pengembangan profesionalisme. Ini membutuhkan dukungan dari pihak yang mempunyai peran
penting, dalam hal ini adalah kepala sekolah, dimana kepala sekolah
merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting karena kepala sekolah
berhubungan langsung dengan pelaksanaan program pendidikan di sekolah.
Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada
kecakapan dan kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah
satu pemimpin pendidikan. Karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang
profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber
organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai
tujuan pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah ini, pengembangan profesionalisme tenaga kependidikan mudah
dilakukan karena sesuai dengan fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan
sekolah yang ia pimpin sehingga kompetensi guru tidak hanya mandeg pada kompetensi
yang ia miliki sebelumnya, melainkan bertambah dan berkembang dengan baik
sehingga profesionalisme guru akan terwujud. Karena tenaga kependidikan
profesional tidak hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar, dan metode yang
tepat, akan tetapi mampu memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang
tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan.
Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan
mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama, strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat
input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa
bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku
(materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan
guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan
(sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana
yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori
education production function (Hanushek, 1979, 1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan
(sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat
macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya,
banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau
tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan
singkat dapat dikatakan bahwa kompleksitasnya
cakupan permasalahan pendidikan seringkali
tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana mutu pendidikan di sekolah?
2. Bagaimana kepemimpinan kepala sekolah?
3. Apa
saja tugas dan peranan kepala
sekolah?
4. Apa saja
peranan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan?
5. Apa saja syarat
kepemimpinan kepala sekolah?
1.3
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui mutu pendidikan di sekolah.
2. Untuk mengetahui kepemimpinan kepala sekolah.
3. Untuk mengetahui tugas dan peranan kepala
sekolah.
4. Untuk
mengetahui peranan-peranan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan.
5.
Untuk
mengetahui syarat-syarat
kepemimpinan kepala sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mutu Pendidikan di Sekolah
Salah satu indikator keberhasilan
kepemimpinan seorang kepala sekolah diukur dari mutu pendidikan yang ada di
sekolah yang dipimpinnya. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup
input, proses, dan output pendidikan (Depdiknas,
2001: 5). Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena
dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya
sesuatu menjadi sesuatu yang lain dengan mengintegrasikan input sekolah
sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable
learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu
memberdayakan peserta didik. Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah
yang dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya,
efisiensinya, inovasinya, dan moral kerjanya.
Dalam konsep
yang lebih luas, mutu pendidikan mempunyai makna sebagai suatu kadar proses dan
hasil pendidikan secara keseluruhan yang ditetapkan sesuai dengan pendekatan
dan kriteria tertentu (Surya, 2002: 12).
Proses
pendidikan yang bermutu ditentukan oleh berbagai unsur dinamis yang akan ada
dalam sekolah itu sendiri
dan
lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem. Menurut Townsend dan Butterworth
(1992: 35) dalam bukunya Your Child’s
Scholl, ada sepuluh faktor penentu terwujudnya proses pendidikan yang
bermutu, yakni
keefektifan
kepemimpinan kepala sekolah; partisipasi dan rasa tanggung jawab guru dan staf; proses belajar-mengajar yang efektif; pengembangan staf yang terprogram; kurikulum yang relevan; memiliki visi dan misi yang jelas; iklim sekolah yang kondusif; penilaian diri terhadap kekuatan
dan kelemahan;
komunikasi
efektif baik internal maupun eksternal; serta keterlibatan orang tua dan masyarakat secara
instrinsik.
Berdasarkan
konsep mutu pendidikan tersebut
maka dapat
dipahami bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan
faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses
pendidikan. Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam
batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis
meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient
condition to improve student achievement).
Selama tahun
2002 dunia pendidikan nasional
ditandai
dengan berbagai perubahan yang datang bertubi-tubi, serempak, dan dengan
frekuensi yang sangat tinggi. Belum tuntas sosialisasi perubahan yang satu,
datang perubahan yang lain. Beberapa inovasi yang mendominasi panggung
pendidikan selama tahun 2002 antara lain adalah Pendidikan Berbasis Luas
(PBL/BBE) dengan life skills-nya, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK/CBC),
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS/SBM), Ujian Akhir Nasional (UAN) pengganti
EBTANAS, pembentukan dewan sekolah dan dewan pendidikan kabupaten/kota. Setiap
pembaruan tersebut memiliki kisah dan problematikanya sendiri.
Fenomena
yang menarik adalah perubahan itu umumnya memiliki sifat yang sama, yakni
menggunakan kata berbasis (based). Bila diamati lebih jauh, perubahan yang
“berbasis” itu umumnya dari atas ke bawah; dari pusat ke daerah; dari pengelolaan di tingkat atas
menuju sekolah; dari
pemerintah ke masyarakat; dari sesuatu yang sifatnya nasional menuju yang
lokal. Istilah-istilah lain yang populer dan memiliki nuansa yang sama dengan
“berbasis” adalah pemberdayaan (empowerment), akar rumput (grass-root), dari
bawah ke atas (bottom up), dan sejenisnya.
Simak saja
label-label perubahan yang dewasa ini berseliweran dalam dunia pendidikan
nasional (kadang-kadang dipahami secara beragam): manajemen berbasis sekolah
(school based management), peningkatan mutu berbasis sekolah (school based
quality improvement), kurikulum berbasis kompetensi (competence based
curriculum), pengajaran/pelatihan berbasis kompetensi (competence based
teaching/training), pendidikan berbasis luas (broad based education),
pendidikan berbasis masyarakat (community based education), evaluasi berbasis
kelas (classroom based evaluation), evaluasi berbasis siswa (student based
evaluation) dikenal juga dengan evaluasi portofolio, manajemen pendidikan
berbasis lokal (local based educational management), pembiayaan pendidikan
berbasis masyarakat (community based educational financing), belajar berbasis
internet (internet based learning), kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
dan entah apa lagi.
Supriadi
(2002: 17) mengatakan: “orang yang mendalami teori difusi inovasi akan segera
tahu bahwa setiap perubahan atau inovasi dalam bidang apapun, termasuk dalam
pendidikan, memerlukan tahap-tahap yang dirancang dengan benar sejak ide
dikembangkan hingga dilaksanakan”. Sejak awal, berbagai kondisi perlu
diperhitungkan, mulai substansi inovasi itu sendiri sampai kondisi-kondisi
lokal tempat inovasi itu akan diimplementasikan. Intinya, suatu perubahan yang
mendasar, melibatkan banyak pihak, dan dengan skala yang luas akan selalu
memerlukan waktu. Suatu inovasi mestinya jelas kriterianya, terukur dan
realistik dalam sasarannya, dan dirasakan manfaatnya oleh pihak yang
melaksanakannya.
Banyak inovasi pendidikan yang
diluncurkan di Indonesia dewasa ini kurang dihayati secara penuh oleh pelaksananya (termasuk
kepala sekolah), di samping secara konseptual “cacat sejak lahir”, serba
tergesa-gesa, serba instan, targetnya tidak realistik, didasari asumsi yang
linier seakan-akan suatu inovasi akan bergulir mulus begitu diluncurkan dan
secara implisit dimuati obsesi demi menanamkan “aset politik” di masa depan. Maka sudah barang tentu inovasi
model seperti ini mengandung risiko kegagalan yang besar.
2.2 Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam suatu organisasi karena sebagian besar keberhasilan dan kegagalan
suatu organisasi ditentukan oleh kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Yang dimaksud
dengan kepemimpinan
seperti yang dikemukakan oleh James M. Black pada Manajemem: a Guide to
Executive Command dalam (Sadili Samsudin, 2006: 287) adalah kemampuan meyakinkan
dan menggerakkan orang lain agar mau bekerja sama di bawah kepemimpinannya
sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Sementara R. Soekarto Indrafachrudi (2006: 2) mengartikan
kepemimpinan sebagai suatu kegiatan
dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tercapailah tujuan
itu. Kemudian menurut Maman Ukas (2004:268) kepemimpinan
adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi orang
lain, agar ia mau berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu maksud
dan tujuan.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam
mempengaruhi orang
lain untuk mau bekerja sama agar mau melakukan tindakan dan perbuatan dalam
mencapai tujuan bersama.
Kepala sekolah adalah seorang pemimpin
sekolah atau pemimpin
suatu lembaga
tempat menerima dan memberi pelajaran. Kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang
diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses
belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang
memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. (Wahjosumidjo, 2002: 83). Kepala sekolah
adalah seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan
struktural (kepala
sekolah) di sekolah.
(Rahman,
2006: 106). Kepala sekolah
adalah seorang guru yang mempunyai kemampuan untuk memimpin segala sumber daya
yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk
mencapai tujuan bersama.
Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan
yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sebagaimana
dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa kepala sekolah
bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi
sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta
pemeliharaan sarana dan prasarana.
Kepala sekolah diangkat melalui prosedur serta
persyaratan tertentu yang bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pendidikan
melalui upaya peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan yang
mengimplikasikan meningkatkanya prestasi belajar peserta didik. Kepala sekolah
yang professional akan berfikir untuk membuat perubahan tidak lagi berfikir
bagaimana suatu perubahan sebagaimana adanya sehingga tidak terlindas oleh
perubahan tersebut. Untuk mewujudkan kepala sekolah yang profesional tidak
semudah membalikkan telapak tangan, semua itu butuh proses yang panjang. Namun
kenyataan di lapangan masih banyak kepala sekolah yang tidak menjalankan tugas
dan fungsinya sebagai pemimpin pendidikan. Ini disebabkan karena dalam proses pengangkatannya
tidak ada trasnparansi, rendahnya mental kepala sekolah yang ditandai dengan
kurangnya motivasi dan semangat serta kurangnya disiplin dalam melakukan tugas,
dan seringnya datang terlambat serta banyak faktor penghambat lainnya untuk
meningkatkan kualitas pendidikan yang mengimplikasikan rendahnya produktivitas
kerja kepala sekolah yang berimplikasi juga pada mutu (input, proses, dan
output).
Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada
kecakapan dan kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah
satu pemimpin pendidikan. Karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang
profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber
organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai
tujuan pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah ini pengembangan
profesionalisme tenaga kependidikan mudah dilakukan karena sesuai dengan
fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan sekolah yang ia pimpin sehingga
kompetensi guru tidak hanya mandeg pada kompetensi yang ia miliki sebelumnya,
melainkan bertambah dan berkembang dengan baik sehingga profesionalisme guru
akan terwujud.
Sekolah sebagai pendidikan formal bertujuan membentuk manusia yang
berkepribadian, dalam mengembangkan intelektual peserta didik dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Kepala sekolah sebagai pemimpin pada sebuah lembaga pendidikan formal, mempunyai peran sangat penting dan menentukan dalam membantu para guru dan muridnya. Di dalam
kepemimpinnya kepala sekolah
harus dapat
memahami, mengatasi dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi di
lingkunagn sekolah
secara menyeluruh. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah yang dipimpinnya, seorang
kepala sekolah harus mampu meningkatkan kinerja para pendidik termasuk tenaga
kependidikan yang berada di bawah kewenangannya.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seorang guru. Maka sebagai pimpinan tertinggi di sekolah, seorang kepala sekolah harus mampu
memberikan energi
positif yang mampu menggerakkan para guru untuk
melaksanakan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab sehingga
kinerja mereka menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Sebagai
pemimpin yang mempunyai pengaruh, seorang kepala sekolah harus terus berusaha
agar ide, nasehat,
saran dan (jika perlu) instruksi dan perintah dan kebijakannya diikuti
oleh para guru
binaannya. Dengan demikian ia dapat mengadakan perubahan-perubahan dalam cara
berfikir, dalam
bersikap dan dalam bertindak atau
berperilaku. Maka menjadi tuntutan bagi seorang kepala sekolah harus selalu
merefresh pengetahuan dan wawasan keilmuannya agar nantinya dapat mendukung
tugasnya sebagai seorang pimpinan.
Banyak faktor
penghambat tercapainya kualitas kepemimpinan seorang kepala sekolah
seperti proses pengangkatannya tidak transparan, rendahnya mental kepala sekolah yang ditandai
dengan kurangnya motivasi dan semangat serta kurangnya disiplin dalam melakukan
tugas dan seringnya datang terlambat, wawasan kepala sekolah yang masih sempit
serta banyak faktor lain yang menghambat kinerja seorang kepala sekolah untuk meningkatkan
kualitas pendidikan
pada lembaga yang dipimpinnya. Ini mengimplikasikan rendahnya
produktivitas kerja kepala sekolah yang berimplikasi juga pada mutu (input,
proses dan output).
Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinannya, kepala sekolah harus melakukan pengelolaan dan
pembinaan terhadap
seluruh komponen sekolah melalui kegiatan administrasi, manajemen dan
kepemimpinan yang sangat tergantung pada kemampuan manajerial seorang kepala sekolah. Sehubungan
dengan itu, kepala sekolah sebagai supervisor berfungsi untuk mengawasi,
membangun, mengoreksi dan mencari inisiatif terhadap jalannya seluruh kegiatan
pendidikan yang dilaksanakan di lingkungan sekolah. Disamping itu, kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga pendidikan berfungsi
mewujudkan hubungan manusiawi (human relationship) yang harmonis dalam
rangka membina dan mengembangkan kerjasama antar personal, agar secara serempak
bergerak kearah pencapaian tujuan melalui kesediaan melaksanakan tugas
masing-masing secara bersungguh-sungguh
dan bertanggung jawab yang dalam bahasa sekarang dikemas dalam istilah
profesional. Oleh karena itu, segala penyelenggaraan pendidikan akan mengarah
kepada usaha meningkatkan mutu pendidikan yang sangat dipengaruhi oleh guru
dalam melaksanakan tugasnya secara operasional. Untuk itu kepala sekolah harus
melakukan supervisi sekolah yang memungkinkan kegiatan operasional itu
berlangsung dengan baik.
2.3 Tugas dan Peranan Kepala Sekolah
Kepala sekolah
merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, seorang kepala sekolah haruslah
orang yang profesional. Secara profesional seorang kepala sekolah memiliki
tugas-tugas sebagai berikut:
1.
Kepala sekolah berperilaku sebagai
saluran komunikasi di lingkungan sekolah yang dipimpinnya. Segala informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pendidikan di sekolah harus selalu terpantau oleh kepala sekolah.
2.
Kepala sekolah bertindak dan
bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan oleh bawahan. Perbuatan
yang dilakukan oleh para guru, siswa, staf, dan orang tua siswa tidak dapat
dilepaskan dari tanggung jawab kepala sekolah.
3.
Dengan waktu dan sumber yang terbatas
seorang kepala sekolah harus mampu menghadapi berbagai persoalan. Dengan segala
keterbatasan, seorang kepala sekolah harus dapat mengatur pendistribusian tugas secara
cepat serta dapat memprioritaskan bila terjadi konflik antara kepentingan
bawahan dengan kepentingan sekolah.
4.
Kepala sekolah harus berfikir secara
analitik dan konsepsional. Kepala sekolah harus dapat memecahkan persoalan
melalui satu analisis, kemudian menyelesaikan persoalan dengan satu solusi. Serta harus dapat melihat setiap tugas sebagai satu
keseluruhan yang saling berkaitan.
5.
Kepala sekolah adalah seorang mediator atau juru penengah.
Dalam lingkungan sekolah sebagai suatu organisasi di dalamnya terdiri dari
manusia yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda yang bisa menimbulkan
konflik. Untuk itu, kepala sekolah harus jadi penengah dalam konflik tersebut.
6.
Kepala sekolah adalah seorang politisi.
Kepala sekolah
harus dapat membangun hubungan kerja sama melalui pendekatan persuasi dan
kesepakatan (compromise). Peran politis kepala sekolah dapat berkembang
secara efektif, apabila: (1) dapat dikembangkan prinsip jaringan saling
pengertian terhadap kewajiban masing-masing, (2) terbentuknya aliansi atau
koalisi, seperti organisasi profesi, OSIS, BP3, komite sekolah, dan
sebagainya; (3) terciptanya kerjasama (cooperation) dengan berbagai pihak,
sehingga aneka macam aktivitas dapat dilaksanakan.
7.
Kepala sekolah adalah seorang diplomat.
Dalam berbagai forum pertemuan
kepala sekolah adalah wakil resmi dari sekolah yang dipimpinnya.
8.
Kepala sekolah harus mampu mengambil keputusan-keputusan
sulit. Tidak ada satu organisasi pun yang berjalan mulus tanpa masalah. Demikian pula
sekolah sebagai suatu organisasi tidak luput dari persoalan dan
kesulitan-kesulitan. Dan apabila terjadi kesulitan-kesulitan, kepala sekolah
diharapkan berperan sebagai orang yang dapat menyelesaikan persoalan yang sulit
tersebut
(Wahjosumidjo (2002: 97).
Dalam menjalankan kepemimpinannya, selain harus tahu dan
paham tugasnya sebagai pemimpin, yang tak kalah penting dari itu semua adalah seyogyanya
kepala sekolah memahami dan mengetahui perannya. Adapun peran kepala sekolah dalam menjalankan
peranannya sebagai manajer seperti yang diungkapkan oleh Wahjosumidjo (2002:90)
adalah:
(a)
Peranan hubungan antar perseorangan;
(b)
Peranan informasional;
(c)
Sebagai pengambil keputusan.
Peranan
hubungan antar perseorangan meliputi:
a.
Figurehead yang berarti lambang dengan
pengertian kepala sekolah sebagai lambang sekolah;
b.
Kepemimpinan (leadership) yang artinya kepala sekolah adalah pemimpin yang
harus mampu menggerakkan seluruh sumber daya yang ada di sekolah sehingga dapat
melahirkan etos kerja dan produktifitas yang tinggi untuk mencapai tujuan;
c.
Penghubung (liasion) yang artinya kepala sekolah menjadi penghubung
antara kepentingan sekolah dengan kepentingan lingkungan di luar sekolah. Sedangkan
secara internal kepala sekolah menjadi perantara antara guru (pendidik), tenaga kependidikan dan peserta didik (siswa).
Peranan
informasional meliputi:
a.
Kepala
sekolah sebagai
monitor, artinya kepala sekolah harus selalu
mengadakan pengamatan terhadap lingkungan karena kemungkinan muncul
informasi-informasi baru yang berpengaruh terhadap sekolah yang dipimpinnya;
b.
Kepala sekolah sebagai disseminator, artinya kepala sekolah bertanggung jawab penuh untuk menyebarluaskan
dan membagi-bagi informasi kepada para guru (pendidik), tenaga kependidikan serta orang tua siswa;
c.
Kepala sekolah sebagai spokesman, artinya kepala sekolah memiliki tugas menyebarkan
informasi kepada lingkungan di luar sekolah yang dianggap perlu.
Sedangkan yang berkaitan dengan peranan kepala sekolah sebagai pengambil keputusan meliputi:
a.
Enterpreneur, artinya kepala
sekolah selalu berusaha memperbaiki penampilan sekolah melalui berbagai macam
ide dan gagasan pemikiran berupa program-program yang baru serta melakukan
survey untuk mempelajari berbagai persoalan yang timbul di lingkungan sekolah;
b.
Disturbance handler (orang yang
memperhatikan gangguan), artinya kepala sekolah
harus mampu mengantisipasi gangguan yang timbul dengan memperhatikan situasi
dan ketepatan keputusan yang diambil;
c.
A Resource Allocater (orang yang menyediakan segala sumber), artinya kepala sekolah bertanggung jawab untuk menentukan dan meneliti
siapa yang akan memperoleh atau menerima sumber-sumber yang disediakan dan
harus didelegasikan;
d.
A negotiator roles, artinya kepala
sekolah harus mampu mengadakan pembicaraan dan musyawarah dengan pihak luar
dalam memenuhi kebutuhan sekolah.
2.4 Peranan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Secara garis besar, ruang lingkup tugas kepala
sekolah dapat diklasifikasikan ke dalam dua aspek pokok, yaitu pekerjaan di
bidang administrasi sekolah dan pekerjaan yang berkenaan dengan pembinaan
profesional kependidikan. Untuk melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya, ada tiga jenis keterampilan pokok yang harus dimiliki oleh kepala
sekolah sebagai pemimpin pendidikan yaitu keterampilan teknis (technical skill), keterampilan berkomunikasi (human relations skill), dan keterampilan konseptual (conceptual skill).
Menurut persepsi banyak guru, keberhasilan
kepemimpinan kepala sekolah terutama dilandasi oleh kemampuannya dalam memimpin.
Kunci bagi kelancaran kerja kepala sekolah terletak pada stabilitas dan emosi, serta rasa percaya diri. Hal ini merupakan landasan
psikologis untuk memperlakukan stafnya secara adil, memberikan keteladanan
dalam bersikap, bertingkah laku dan melaksanakan tugas.
Dalam konteks ini, kepala sekolah dituntut
untuk menampilkan kemampuannya membina kerja sama dengan seluruh personel dalam
iklim kerja terbuka yang bersifat kemitraan, serta meningkatkan partisipasi
aktif dari orang tua murid. Dengan demikian, kepala sekolah bisa mendapatkan
dukungan penuh dari setiap program kerjanya.
Keterlibatan kepala sekolah dalam proses
pembelajaran siswa lebih banyak dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui
pembinaan terhadap para guru dan upaya penyediaan sarana belajar yang
diperlukan.
Kepala sekolah sebagai komunikator bertugas
menjadi perantara untuk meneruskan instruksi kepada guru, serta menyalurkan
aspirasi personel sekolah kepada instansi kepada para guru, serta menyalurkan
aspirasi personel sekolah kepada instansi vertikal maupun masyarakat. Pola
komunikasi dari sekolah pada umumnya bersifat kekeluargaan dengan memanfaatkan
waktu senggang mereka. Alur penyampaian informasi berlangsung dua arah, yaitu
komunikasi top-down, cenderung bersifat instruktif, sedangkan komunikasi
bottom-up cenderung berisi pernyataan atau permintaan akan rincian tugas secara
teknis operasional. Media komunikasi yang digunakan oleh kepala sekolah ialah:
rapat dinas, surat edaran, buku informasi keliling, papan data, pengumuman lisan
serta pesan berantai yang disampaikan secara lisan.
Dalam bidang pendidikan, yang dimaksud dengan
mutu memiliki pengertian sesuai dengan makna yang terkandung dalam siklus
pembelajaran. Secara ringkas dapat disebutkan beberapa kata kunci
pengertian mutu, yaitu: sesuai standar (fitness to standard), sesuai penggunaan
pasar/pelanggan (fitness to use), sesuai perkembangan kebutuhan (fitness to
latent requirements), dan sesuai lingkungan global (fitness to global
environmental requirements). Adapun yang dimaksud mutu sesuai dengan standar,
yaitu jika salah satu aspek dalam pengelolaan pendidikan itu sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan.
Garvin seperti dikutip Gaspersz mendefinisikan
delapan dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik suatu
mutu, yaitu: (1) kinerja (performance), (2) feature, (3) kehandalan
(reliability), (4) konfirmasi (conformance), (5) durability, (6) kompetensi
pelayanan (servitability), (7) estetika (aestetics), dan (8) kualitas yang
dipersepsikan pelanggan yang bersifat subjektif.
Dalam pandangan masyarakat umum sering dijumpai
bahwa mutu sekolah atau keunggulan sekolah dapat dilihat dari ukuran fisik
sekolah, seperti gedung dan jumlah ekstrakurikuler yang disediakan. Ada pula
masyarakat yang berpendapat bahwa kualitas sekolah dapat dilihat dari jumlah
lulusan sekolah tersebut yang diterima di jenjang pendidikan selanjutnya. Untuk
dapat memahami kualitas pendidikan formal di sekolah, perlu kiranya melihat
pendidikan formal di sekolah sebagai suatu sistem. Selanjutnya mutu sistem
tergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta proses yang
berlangsung hingga membuahkan hasil.
Dalam pelaksanaan manajemen peningkatan mutu,
kepala sekolah harus senantiasa memahami sekolah
sebagai suatu sistem organisasi. Untuk itu, kepala sekolah harus lebih berperan sebagai pemimpin
dibandingkan sebagai manager. Sebagai leader, maka kepala sekolah harus:
1.
Lebih banyak mengarahkan daripada mendorong atau memaksa.
2.
Lebih bersandar pada kerjasama dalam menjalankan tugas
dibandingkan bersandar pada kekuasaan atau SK.
3.
Senantiasa menanamkan kepercayaan pada diri guru dan staf
administrasi. Bukannya menciptakan rasa takut.
4.
Senantiasa menunjukkan bagaimana cara melakukan sesuatu
daripada menunjukkan bahwa ia tahu sesuatu.
5.
Senantiasa mengembangkan suasana antusias bukannya
mengembangkan suasana yang menjemukan.
6. Senantiasa memperbaiki kesalahan yang ada
daripada menyalahkan kesalahan pada seseorang, bekerja dengan penuh ketangguhan
bukannya ogah-ogahan karena serba kekurangan (Boediono, 1998).
Menurut
Poernomosidi Hadjisarosa (1997 dalam Slamet, PH, 2000), kepala sekolah merupakan
salah satu sumber daya sekolah yang disebut sumber daya manusia jenis manajer (SDM-M) yang
memiliki tugas dan fungsi mengkoordinasikan dan menyerasikan sumber daya manusia jenis pelaksana (SDM-P) melalui
sejumlah input manajemen agar SDM-P menggunakan jasanya untuk bercampur tangan
dengan sumber daya selebihnya (SD-slbh), sehingga proses belajar mengajar
dapat berlangsung dengan baik untuk menghasilkan output yang diharapkan.
Secara
umum, karakteristik kepala sekolah tangguh dapat dituliskan sebagai berikut
(Slamet, PH, 2000):
a. Memiliki wawasan jauh ke depan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus
dilakukan (misi) serta paham benar tentang cara yang akan ditempuh (strategi);
b.
Memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh
sumber daya
terbatas yang ada untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan sekolah
(yang umumnya tak terbatas);
c.
Memiliki kemampuan mengambil keputusan dengan terampil
(cepat, tepat, cekat, dan akurat);
d.
Memiliki kemampuan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan dan yang
mampu menggugah pengikutnya untuk melakukan hal-hal penting bagi tujuan
sekolahnya;
e.
Memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang dan
tidak mencari orang-orang yang mirip dengannya, akan tetapi sama sekali tidak
toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi, standar, dan
nilai-nilai;
f. Memiliki kemampuan memerangi musuh-musuh kepala
sekolah, yaitu ketidakpedulian, kecurigaan, tidak membuat keputusan,
mediokrasi, imitasi, arogansi, pemborosan, kaku, dan bermuka dua dalam bersikap
dan bertindak.
Adapun
peran kepala sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1.
Kepala sekolah menggunakan “pendekatan sistem” sebagai dasar
cara berpikir, cara mengelola, dan cara menganalisis kehidupan sekolah. Oleh
karena itu, kepala sekolah harus berpikir sistem (bukan unsystem), yaitu
berpikir secara benar dan utuh, berpikir secara runtut (tidak meloncat-loncat),
berpikir secara holistik (tidak parsial), berpikir multi-inter-lintas disiplin
(tidak parosial), berpikir entropis (apa yang diubah pada komponen tertentu
akan berpengaruh terhadap komponen-komponen lainnya); berpikir “sebab-akibat”
(ingat ciptaan-Nya selalu berpasang-pasangan); berpikir interdipendensi dan
integrasi, berpikir eklektif (kuantitatif +kualitatif), dan berpikir
sinkretisme.
2.
Kepala sekolah memiliki input manajemen yang lengkap dan
jelas, yang ditunjukkan oleh kelengkapan dan kejelasan dalam tugas (apa
yang harus dikerjakan, yang disertai fungsi, kewenangan, tanggung jawab, kewajiban, dan hak), rencana (deskripsi produk yang akan dihasilkan), program
(alokasi sumber daya untuk merealisasikan rencana), ketentuan-ketentuan/limitasi (peraturan perundang-undangan,
kualifikasi, spesifikasi, metode kerja, prosedur kerja, dsb.), pengendalian (tindakan turun
tangan), dan memberikan kesan yang baik kepada anak buahnya.
3.
Kepala sekolah memahami, menghayati, dan melaksanakan
perannya sebagai manajer (mengkoordinasi dan menyerasikan sumber daya untuk mencapai tujuan), pemimpin
(memobilisasi dan memberdayakan sumber daya manusia), pendidik (mengajak nikmat untuk
berubah), wirausahawan (membuat sesuatu bisa terjadi), penyedia (mengarahkan, membimbing dan memberi contoh),
pencipta iklim kerja (membuat situasi kehidupan kerja nikmat),
pengurus/administrator (mengadminitrasi), pembaharu (memberi nilai tambah),
regulator (membuat aturan-aturan sekolah), dan pembangkit motivasi
(menyemangatkan).
Menurut
Enterprising Nation (1995), manajer tangguh memiliki delapan kompetensi, yaitu:
(a) people skills, (b) strategic thinker, (c) visionary, (d) flexible and
adaptable to change, (e) self-management, (f) team player, (g) ability to solve
complex problem and make decisions, and (h) ethical/high personal standards.
Sedang
American Management Association (1998) menuliskan 18 kompetensi yang harus
dimiliki manajer tangguh, yaitu: (a) efficiency orientation, (b) proactivity,
(c) concern with impact, (d) diagnostic use of concepts, (e) use of unilateral
power, (f) developing others, (g) spontaneity, (h) accurate self-assessment,
(i) self-control, (j) stamina and adaptability, (k) perceptual objectivity, (l)
positive regard, (m) managing group process, (n) use of sosialized power, (o) self-confidence,
(p) conceptualization, (q) logical thought, and (r) use of oral presentation.
1.
Kepala sekolah memahami, menghayati, dan melaksanakan
dimensi-dimensi tugas (apa), proses (bagaimana), lingkungan, dan keterampilan
personal, yang dapat diuraikan sebagai berikut: (a) dimensi tugas terdiri dari:
pengembangan kurikulum, manajemen personalia, manajemen kesiswaan, manajemen
fasilitas, pengelolaan keuangan, hubungan sekolah masyarakat, dsb; (b) dimensi proses, meliputi
pengambilan keputusan, pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program,
pengkoordinasian, pemotivasian, pemantauan dan pengevaluasian, dan pengelolaan
proses belajar mengajar; (c) dimensi lingkungan meliputi pengelolaan waktu,
tempat, sumber daya, dan kelompok kepentingan; dan (d) dimensi keterampilan
personal meliputi organisasi diri, hubungan antar manusia, pembawaan diri,
pemecahan masalah, gaya bicara dan gaya menulis (Lipham, 1974; Norton, 1985).
2.
Kepala sekolah mampu menciptakan tantangan kinerja sekolah
(kesenjangan antara kinerja yang aktual/nyata dan kinerja yang diharapkan).
Berangkat dari sini, kemudian dirumuskan sasaran yang akan dicapai oleh
sekolah, dilanjutkan dengan memilih fungsi-fungsi yang diperlukan untuk
mencapai sasaran, lalu melakukan analisis SWOT (Strength, Weaknes, Opportunity,
Threat) untuk menemukan faktor-faktor yang tidak siap (mengandung persoalan),
dan mengupayakan langkah-langkah pemecahan persoalan. Sepanjang masih ada
persoalan, maka sasaran tidak akan pernah tercapai.
3.
Kepala sekolah mengupayakan teamwork yang kompak/kohesif dan
cerdas, serta membuat saling terkait dan terikat antar fungsi dan antar
warganya, menumbuhkan solidaritas/kerjasama/kolaborasi dan bukan kompetisi
sehingga terbentuk iklim kolektifitas yang dapat menjamin kepastian
hasil/output sekolah.
4.
Kepala sekolah menciptakan situasi yang dapat menumbuhkan
kreativitas dan memberikan peluang kepada warganya untuk melakukan
eksperimentasi-eksperimentasi untuk menghasilkan kemungkinan-kemungkinan baru,
meskipun hasilnya tidak selalu benar (salah). Dengan kata lain, kepala sekolah
mendorong warganya untuk mengambil dan mengelola resiko serta melindunginya
sekiranya hasilnya salah.
5.
Kepala sekolah memiliki kemampuan dan kesanggupan menciptakan
sekolah belajar .
6.
Kepala sekolah memiliki kemampuan dan kesanggupan
melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah sebagai konsekuensi logis dari
pergeseran kebijakan manajemen, yaitu pergeseran dari Manajemen Berbasis Pusat
menuju Manajemen Berbasis Sekolah (dalam kerangka otonomi daerah).
7.
Kepala sekolah memusatkan perhatian pada pengelolaan proses
belajar mengajar sebagai kegiatan utamanya, dan memandang kegiatan-kegiatan
lain sebagai penunjang/pendukung proses belajar mengajar. Karena itu,
pengelolaan proses belajar mengajar dianggap memiliki tingkat kepentingan
tertinggi dan kegiatan-kegiatan lainnya dianggap memiliki tingkat kepentingan
lebih rendah.
8.
Kepala sekolah mampu dan sanggup memberdayakan sekolahnya
(Slamet PH, 2000), terutama sumber daya manusianya melalui pemberian kewenangan,
keluwesan, dan sumber daya.
Oleh sebab itu,
untuk memenuhi kebutuhan tersebut tak lepas dari peran kepala sekolah sebagai
pengelola dalam lembaga pendidikan. Adapun yang dimaksud dengan peran kepala
sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di sini adalah usaha-usaha yang
dilakukan kepala sekolah untuk mencapai kemajuan dan kesempurnaan pendidikan
yang dipercayakan kepadanya. Berikut ini akan diuraikan
tentang peran kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan, yang meliputi
perannnya sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader,
inovator, dan motivator.
1. Kepala Sekolah sebagai Pendidik (Edukator)
Sebagai edukator, kepala sekolah bertugas untuk membimbing guru,
tenaga kependidikan, peserta didik, mengikuti perkembangan iptek, dan memberi
teladan yang baik. Dalam melakukan fungsinya sebagai edukator, kepala sekolah
harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga
kependidikan di sekolahnya,
menciptakan iklim sekolah yang kondusif,
memberikan nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh
tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik,
seperti team teaching, moving class, dan mengadakan program
akselerasi bagi peserta didik yang cerdas di atas normal.
Upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan
kinerjanya sebagai edukator, khususnya dalam peningkatan kinerja tenaga
kependidikan dan prestasi belajar peserta didik adalah sebagai berikut: a)
mengikutsertakan guru-guru dalam penataran, atau pendidikan lanjutan; b)
menggerakkan tim evaluasi hasil belajar peserta didik; c) menggunakan waktu
belajar secara efektif di sekolah, dengan cara mendorong para guru untuk
memulai dan mengakhiri pembelajaran sesuai waktu yang telah ditentukan, serta
memanfaatkannya secara efektif dan efisien untuk kepentingan pembelajaran; dan
sebagainya.
2. Kepala Sekolah sebagai Manajer
Untuk melakukan peran dan
fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat
untuk: a) memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerjasama atau kooperatif;
b) memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan
profesinya; dan c) mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan yang menunjang program sekolah.
3. Kepala Sekolah sebagai Administrator
Administrasi merupakan suatu
proses yang menyeluruh dan terdiri dari bermacam kegiatan atau aktivitas di
dalam pelaksanaannya. Sebagai administator, kepala sekolah bertanggung jawab
atas kelancaran segala pekerjaan dan kegiatan administratif di sekolahnya.
Aktivitas administratif adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan pencatatan,
penyusunan dan dokumentasi program dan kegiatan sekolah. Secara spesifik,
kepala sekolah juga dituntut untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi
sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi
keuangan.
4. Kepala Sekolah sebagai Supervisor
Supervisi juga dapat
diartikan sebagai pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar
mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar
mengajar dengan lebih baik sesuai dengan tujuan pendidikan. Kepala sekolah sebagai
supervisor mempunyai peran dan tanggung jawab untuk membina, memantau, dan
memperbaiki proses pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Supervisi kepala sekolah dapat dilakukan secara individual maupun kelompok.
Di antara tugas-tugas kepala
sekolah sebagai supervisor adalah: 1) Membantu stafnya menyusun program; 2)
Membantu stafnya mempertinggi kecakapan dan keterampilan mengajar; dan 3) Mengadakan
evaluasi secara kontinyu tentang kesanggupan stafnya dan tentang kemajuan program
pendidikan pada umumnya. Keberhasilan peran kepala sekolah sebagai supervisor
antara lain dapat ditunjukkan oleh: 1) meningkatnya kesadaran guru dan staf
untuk meningkatkan kinerjanya; dan 2) meningkatnya
keterampilan guru dan staf dalam melaksanakan tugasnya.
5. Kepala Sekolah sebagai Leader
Kepemimpinan kepala sekolah
merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah dapat mewujudkan visi,
misi, tujuan dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara
terencana dan bertahap. Untuk kepentingan tersebut, kepala sekolah harus mampu
mempengaruhi dan menggerakkan sumber daya sekolah dalam kaitannya dengan
perencanaan dan evaluasi program sekolah, pengembangan kurikulum, pembelajaran,
pengelolaan ketenagaan, sarana dan sumber belajar, keuangan, pelayanan siswa,
hubungan sekolah dengan masyarakat, penciptaan iklim sekolah, dan sebagainya.
6. Kepala sekolah Sebagai Inovator
Dalam rangka melakukan peran
dan fungsinya sebagai inovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang
tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan
baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh
tenaga kependidikan di sekolah dan mengembangkan model-model pembelajaran yang
inovatif. Peran kepala sekolah sebagai inovator akan tercermin dari cara-cara
ia melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif,
integratif, rasional dan obyektif, keteladanan, disiplin, serta adaptabel dan
fleksibel.
7. Kepala sekolah Sebagai Motivator
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang
tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan
berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat tumbuh melalui pengaturan
lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan
secara efektif dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan
pusat sumber belajar.
2.5 Syarat-syarat Kepemimpinan Kepala Sekolah
Maju mundurnya sekolah tergantung bagaimana kepala
sekolah sebagai pemimpin mempoles ataupun merencanakan strategi untuk kemajuan
dan kualitas sekolah. Supaya sekolah dapat berjalan dengan baik seyogyanya
kepala sekolah memiliki syarat. Syarat yang dimaksud disini adalah
sifat-sifat atau sikap-sikap yang layak dimiliki oleh seorang pemimpin agar
dapat menjalankan kepemimpinan dengan sukses.
Untuk menjabat sebagai seorang kepala dalam lingkungan
pendidikan, ditetapkan beberapa persyaratan yaitu: pendidikan yang dimiliki,
pengalaman yang sering dinyatakan dalam bentuk golongan/pangkat, dan umur. Adapun syarat-syarat khusus yang harus dimiliki
oleh seorang pemimpin (Kepala Sekolah) adalah:
1.
Memiliki kecerdasan/intelegensi yang baik,
2.
Percaya diri sendiri dan membership,
3.
Memiliki keahlian/keterampilan dalam bidangnya,
4.
Cakap bergaul dan ramah tamah,
5.
Disiplin,
6.
Suka menolong dan memberi petunjuk,
7.
Memiliki semangat pengabdian yang tinggi,
8. Sehat jasmani dan rohani.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
-
Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang
paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk itu, kepala sekolah harus mengetahui tugas-tugas
yang harus ia laksanakan.
-
Peran kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan meliputi: a) sebagai pendidik (edukator), b)
sebagai manajer, c)
sebagai administrator, d)
sebagai supervisor, e)
sebagai leader, f)
sebagai inovator, dan g) sebagai motivator.
-
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh kepala sekolah sebagai seorang
pemimpin yaitu memiliki
kecerdasan/intelegensi yang baik, percaya diri sendiri dan membership, memiliki keahlian/keterampilan dalam bidangnya, cakap bergaul dan ramah tamah, disiplin, suka menolong dan memberi petunjuk, memiliki semangat pengabdian yang tinggi, serta sehat jasmani dan rohani.
DAFTAR PUSTAKA
-
http://id.scribd.com/doc/77035107/Peran-Kepala-Sekolah-Dalam-Meningkatkan-Mutu-Pendidikan#scribd
-
http://kampus215.blogspot.co.id/2012/08/peran-kepala-sekolah-dalam-meningkatkan_2028.html
Makalahnya sangat bermanfaat, mohon izin untuk dijadikan refensi pada pembuatan RPP Kurikulum 2013 Edisi Revisi 2016
BalasHapus